KENAPA KHILAFAH-KHILAFAH ISLAM TERDAHULU BERAKHIR ?
Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman :
“Allah telah menjanjikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan beramal sholih, Ia akan benar-benar memberikan kepadamu kekuasaan KEKHILAFAHAN di atas bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik. (QS. An Nur [24] :55)
Ternyata syarat langgengnya kekhilafahan ditangan kaum muslimin, berdasarkan ayat janji Allah -subhanahu wa ta’ala- tersebut diatas, adalah yang pertama masalah kualitas keimanan ummat Islam itu sendiri yaitu menjauhkan segala macam kesyirikan dan menutup rapat-rapat pintu yang mengarah kesana.
Kemudian yang kedua adalah kualitas amal shalih ummat Islam yaitu amal yang ikhlas dan ittiba’ kepada Rasul semata tanpa ada tambahan-tambahan baru yang tidak pernah dicontohkan oleh generasi salaful ummah.
Besar kemungkinan ummat Islam pada masa-masa sesudah zaman tabi’ut tabi’in mulai melalaikan da’wah tauhid dan membuka lebar pintu-pintu kesyirikan, atau mereka beramal yang tidak sesuai tuntunan Rasulullah -shallallahu alaihi wa ala alihi wa salam- dan pemahaman salaf ash shalih, sehingga Allah –subhanahu wa ta’ala- mencabut kekhilafahan dari genggaman ummat Islam sebagaimana yang dijanjikan Nya. Sesungguhnya Allah -subhanahu wa ta’ala- tiada pernah mengingkari janji Nya.
Fakta sejarah menyatakan Hanya ± 4,5 % Khalifah sesudah Nabi yang Menerapkan syari'at Islam secara Kaffah.
Contoh konkrit adalah Turki Utsmani dengan penyimpangan sebagai berikut :
1. Memberontak pada Kesultanan seljuk. Usman 1 ( pendiri Kekaisaran Turki ) memperoleh kekuasaan setelah melepaskan diri dari ( pada pertengahan abad ke-13 ) kesultanan seljuk.
2. Bersekutu dengan pihak kafir padahal tidak dalam kondisi terpaksa (tidak darurat). Kekaisaran Turki ( pada abad ke-15 ) bersekutu dengan Prancis, Inggris, dan Belanda melawan Habsburg Spanyol, Italia, dan Habsburg Austria, sehingga masing masing memperoleh bagian yang sama dalam peperangan yaitu exspansi wilayah. Sikap bersekutu dengan kafir ini akhirnya justru membuka peluang bagi pihak kafir untuk merusak generasi muda muslim Turki dan memprovokasi mereka untuk meruntuhkan pemerintahan Dinasti Usman Turki.
3. Membebaskan pajak (jizyah) pihak kafir. Dikarenakan Perancis adalah sekutu Utsmaniah Turki maka orang-orang Perancis ( pada abad ke-15-16 ) bebas keluar masuk menjual barang dagangannya tanpa dikenakan pajak (jizyah) sama sekali.
4. Sulthan Wanita ( Harrem Sultan ( 1530-1650 ) ) Di mana ibu dari Sultan yang muda mengambilalih kekuasaan dan mengangkat dirinya sebagai pewaris Nurbanu.
5. Pertikaian perebutan tahta sesama keluarga Dinasti Usman. Misalnya antara Sultan Kosem dan menantunya Turhan Hatice, yang mana persaingan keduanya berakhir dengan terbunuhnya Kosem tahun 1651.
6. Korupsi besar besaran pejabat pemerintahannya. Sehingga akibatnya negara harus menanggung hutang 300 juta lira. (Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II. Harb, Muhammad (1998), Darul Qalam, 68)
7. Pemilihan pemimpin negara hanya berdasarkan keturunan belaka (monarki absolut dari Dinasti Usman) dan bukan melihat kemampuannya sehingga menyebabkan banyak pemberontakan dalam negeri oleh tentaranya sendiri atau oleh gubernurnya sendiri. Diantara sulthan yang dianggap lemah sehingga memunculkan pemberontakan oleh tentaranya sendiri adalah Sultan Mustafa I (1617), Osman II (1617-1621), Murad IV (1622-1640), Ibrohim bin Ahmed (1639-1648), Mehmed IV (1648-1687), Suleiman II (1687-1690), Ahmed II (1690-1694), Mustafa II (1694-1703), Ahmed III (1703-1730), Mahmud I (1730-1754), Osman III (1754-1787), Mustafa III (1757-1773), dan Abdul Hamid I (1773-1788) . Inilah yang membuat militer, Yennisari-yang dibentuk Sultan Ourkhan-saat itu memberontak (1525, 1632, 1727, dan 1826) dan para pemimpin lemah ini memicu pemberontakan kaum Druz yang dipimpin Fakhruddin bin al-Ma'ni.
8. Kejahilan sulthan sulthan Dinasti Usman atas Syari'at Islam. Ini terlihat saat Sultan Abdul Hamid I/ Sultan Abdul Hamid Khan meminta Syekh al-Azhar membaca Shohihul Bukhori di al-Azhar sebagai dzikir harian, agar Allah memenangkannya atas Rusia (1788). Sultanpun meminta Gubernur Mesir saat itu agar memilih 10 ulama dari seluruh mazhab membaca kitab itu tiap hari sebagai dzikir harian. (lihat Marjeh, Maufaq Bani (1996). Shahwatur Rajulul Maridh au as-Sulthan 'Abdul Hamid ats-Tsani wal Khilafatul Islamiyyah. Darul Bayariq, 42.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar