Pernahkah Anda mendengar pasangan yang bercerai hanya karena lampu atau karena pasta gigi? Terdengar lucu, tapi benar adanya bahwa ada pasangan yang bercerai hanya karena hal yang terdengar sepele. Saya pernah dicurhati oleh seseorang yang mengeluhkan suaminya tak pernah menutup pasta gigi, menaruh pakaian sembarangan, dan jarang mandi hehe... Akhir kata kesimpulannya suami ini cuek sekali dan tidak teratur.
Cerita lainnya, saya pernah membaca seorang selebriti yang bercerai karena suaminya hanya bisa tidur dalam gelap, sementara istri memerlukan lampu untuk membaca sebelum tidur.
Lucu kalau mendengar cerita-cerita pernikahan. Lucu dan pedih kadang-kadang. Pedih ketika hal-hal lucu itu menjadi penyebab perceraian. Lucu dalam pandangan saya, karena bukankah hal itu tampak sepele?
Hmm, lucu bagi yang mendengar, tentu tidak lucu bagi yang mengalami...uniknya hampir semua mengalami..(emh berani-beraninya saya menyimpulkan demikian padahal belum pernah melakukan penelitian)
Di awal pernikahan, saya bingung karena begitu banyak kesalahan yang saya buat, pun kesalahan yang suami buat. Kami sama-sama memandang “kamu kok gitu-gitu amat”. Saya yang cuek, pelupa dan tidak teratur, bertemu dengan suami yang pengingat, dan teratur. Mending jika kami bisa saling melengkapi saat itu, yang ada adalah kami bertengkar atau ngambek. Pusing karena kok begini-begini amat sih pasanganku.....ngga aku banget...beda banget...dan lain-lain. Sampai takut kalau-kalau akhirnya bercerai, karena rasanya..ngga ada nyambung-nyambungnya...alias tidak cocok.
Akhirnya dengan perjalanan waktu, dan komunikasi yang baik, kami menjadi paham, di mana titik perbedaan yang ada, dan mencari cara supaya kami bisa survive hidup bersama.
Dihayati lebih jauh, ternyata memang ada perbedaan cara berpikir yang menyebabkan perbedaan perilaku yang cukup signifikan. Ternyata saya cenderung memandang permasalahan dengan dominasi otak kanan, sementara suami dengan otak kiri.
Otak kiri? Inilah ciri-cirinya:
Cenderung tidak suka berbicara banyak
Suka membuat rencana dan persiapan
Senang pada detil
Cenderung memaksa (kompulsif)/ akurat
Cenderung suka kompetitif
Cenderung teratur dan rapi
Cenderung mengikuti pola yang sudah ada
Cenderung perfeksionis (menuntut kesempurnaan)
Cenderung menyalahkan orang lain
Suka tidak percaya, minta bukti
Cenderung selektif memilih teman
Cenderung mudah khawatir
Cenderung logis
Cenderung menjadi spesialis
Bagaimana dengan otak kanan? Ciri-cirinya adalah:
Cenderung komunikatif dan dapat dijuluki mesin bicara/ kotak bicara
Cenderung mengepak pada menit-menit terakhir
Cenderung tidak suka perencanaan,malah cenderung tak ada yang direncanakan, dipersiapkan, atau dipikirkan
Cenderung puas dengan apa yang sudah dicapai dan kurang teliti
Cenderung kooperatif dan fleksibel
Cenderung tidak teratur dan tidak rapi
Cenderung suka menunda, 'tampak kacau', dan suka terlambat
Suka menjelajah dan suka mengeksplorasi
Cenderung mengatakan saya tidak menuntut 100% benar, kalo ada yang salah tidak mengapa
Jarang menyalahkan orang lain
Memiliki banyak teman
Cepat mempercayai
Suka mengerjakan beberapa tugas dalam satu waktu
Senang sosialisasi
Suka bersenang-senang
Cenderung pelupa
Cenderung menjadi generalis
Tidak memperhatikan detil
Beberapa ciri otak kanan melekat pada diri saya, seperti pelupa, tidak memperhatikan detil, kurang teliti, tidak teratur, cenderung berantakan. Sementara ciri-ciri otak kiri melekat pada suami saya. Maka tak heran, jika kami saling memandang aneh satu sama lain.
Memahami perbedaan ini sebagai perbedaan yang wajar (dalam arti perbedaan bawaan lahir atau memang sudah dari sananya). Ternyata membuat kami lebih mudah saling bertoleransi. Bukan saling menyalahkan. Karena memang tidak ada yang salah kalau sudah urusan dari sananya. Selain bertoleransi, kami juga saling berusaha untuk belajar memberikan kenyamanan pada pasangan. Misalnya jika saya 9 tahun lalu adalah orang yang sangat tidak teratur menyimpan barang, saat ini mulai belajar untuk lebih teratur. Karena keteraturan bagaimanapun adalah sumber kenyamanan bagi suami. Masa iya punya suami teratur, kita memaksa untuk tetap berantakan?
Memahami karakter pasangan, tidak menyalahkannya, dan berusaha untuk terus belajar membahagiakannya, hal tersebut menjadi bekal langgengnya sebuah pernikahan. Jika dipandang sebagai ketidakcocokan, maka perceraianlah yang akan terjadi. Tapi jika dipandang sebagai cara untuk belajar menjadi lebih baik, maka kebahagianlah yang akan di peroleh, karena ternyata menikah dengan pasangan yang berbeda karakter, juga bisa menjadi kolaborasi yang sangat produktif. Misalnya, saya senang menulis secara spontan, apa saja saya tulis, tanpa banyak saya pikirkan, baik kata maupun struktur kalimat. Suami dengan otak kirinya menjadi editor tulisan-tulisan saya, karena ia sangat teliti akan pilihan kata, ejaan dan struktur kalimat. Begitupun dalam bisnis, saya yang punya ide strategi bisnis, suami yang memperhatikan hal-hal detil untuk mendukungnya, misalnya bagaimana membuat laporan keuangan, bagaimana cara mencek stok, dan lain sebagainya.
Mudah-mudahan kita semua dapat memahami karakter pasangan kita dengan baik, sehingga proses adaptasi pernikahan dapat dilalui dengan baik pula.
Ini hanya iseng-iseng belaka, tapi pernah kami coba, untuk melihat bagaimana otak kami bekerja. Suatu hari suami pulang dari sebuah pelatihan, dan dia meminta saya merentangkan tangan lalu secara spontan menggemgam tangan
Lalu suami melihat jempol kanan dan kiri saya. Oo ternyata jempol tangan kiri saya berada di atas, berbeda dengan suami yang jempol tangan kanannya yang berada di atas. Ia tertawa dan mengatakan, jika jempol tangan kiri yang di atas maka itu artinya ia di dominasi otak kanan, dan sebaliknya jika jempol tangan kanan di atas artinya ia didominasi otak kiri.
Nah, mungkin Anda bisa mencoba pada pasangan atau calon pasangan Anda! Sehingga Anda lebih siap menghadapi perbedaan-perbedaan yang sehari-hari akan Anda temui dalam pernikahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar